Megalitikum

18.11 Edit This 0 Comments »
zaman megalitikum yang terletak di Gunung Padang Desa Cimenteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur hingga kini kondisinya sangat memprihatinkan, dan Pemkab Cianjur nampaknya belum memiliki perhatian serius untuk memelihara situs purbakala yang sangat berguna bagi pengungkapan kebudayaan pra-sejarah yang ada di daerah itu.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cianjur, Iwan Permana SH kepada ANTARA di Cianjur, Rabu menyatakan, pihaknya menyesalkan sikap Pemkab Cianjur yang kurang menghargai nilai-nilai sejarah. Padahal, kata Iwan, situs semacam itu di daerah lain bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata.
"Sejak ditemukannya, situs Gunung Padang memang sangat memprihatinkan, padahal masyarakat terutama kalangan arkeolog telah berupaya agar situs tersebut dipelihara. Kini bebatuan di daerah itu mulai rusak karena banyaknya tangan-tangan jahil yang memanfaatkan bebatuan di lokasi tersebut untuk kepentingan yang tidak jelas," ujar Iwan.
Sementara itu Bupati Cianjur, Ir Wasidi Swastomo Msi secara terpisah kepada ANTARA mengemukakan, situs Gunung Padang sebenarnya telah beberapa kali mendapat pemugaran dan pemeliharaan dari instansi terkait, terutama Pemkab Cianjur. Namun karena keterbatasan dana, Pemkab belum bisa membuat akses jalan ke daerah itu dengan lebih baik karena medannya yang relatif sulit.
"Saya kira kalau Pemkab Cianjur tidak peduli itu salah besar, karena tiap tahun kita senantiasa melakukan pemugaran dan pemeliharaan agar situs tersebut tetap terjaga dan terawat," kata Wasidi.
Berdasarkan data yang diperoleh ANTARA, bangunan berundak Gunung Padang merupakan temuan peninggalan tradisi megalitik yang baru. Uraian tentang peninggalan tradisi megalitik di Gunung Padang ini pada masa sebelum tahun 1950 jarang ditemukan, baik dalam hasil penerbitan di dalam maupun di luar negeri.
Peneliti di bidang arkeologi khususnya tradisi megalitik seperti Van der Hoop, Van Tricht, Pleyte yang pernah mengadakan peninjauan dan penulisan tentang peninggalan di daerah Jawa Barat itu belum menyinggung tentang temuan bangunan berundak Gunung Padang.
Bangunan berundak Gunung Padang muncul dalam percaturan di bidang prasejarah sekitar tahun 1979 setelah tiga orang penduduk menemukan misteri yang terkandung dalam semak belukar di bukit Gunung Padang.
Penduduk setempat yang bernama Endi, Soma dan Abidin ketika bekerja di tempat tersebut dikejutkan oleh adanya dinding tinggi dan susunan batu-batu berbentuk balok yang oleh mereka tidak diketahui peninggalan apakah sebenarnya.
Peristiwa itu kemudian dilaporkan kepada Edi, seorang Penilik Kebudayaan Kecamatan Campaka yang kemudian bersama-sama R Adang Suwanda, Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan Kebudayaan Kabupaten Cianjur saat itu mengadakan pengecekan pada tahun 1979.
Sejak itu kemudian berturut-turut tim peneliti, di antaranya dari Puslitarkenas mengadakan pemetaan, penggambaran, dan deskripsi. Mereka mengakui, temuan bangunan berundak Gunung Padang merupakan temuan penting karena dapat dipergunakan sebagai studi banding dalam penelitian bangunan berundak di Indonesia.
Bangunan berundak itu terletak di atas sebuah bukit yang memanjang ke arah tenggara dan barat laut pada ketinggian 885 m di atas permukaan laut dari perhitungan altimeter. Situs itu dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam.
Menurut para ahli, bangunan berundak Gunung Padang dibangun dengan batuan vulkanik yang berbentuk persegi panjang, terdiri dari balok-balok batu. Batu tersebut belum dikerjakan (belum dibentuk) dengan tangan manusia. Batu-batu konstruksi itu diperkirakan berasal dari Gunung Padang itu juga.
Bangunan itu terdiri dari teras pertama sampai kelima. Kelima teras itu mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Teras pertama merupakan teras terbawah, mempunyai ukuran paling besar, kemudian berturut-turut sampai ke teras lima yang ukurannya semakin mengecil

0 komentar: